Selasa, 29 November 2011

MEKANISASI PASCA PANEN PRIMER KACANG TANAH UNTUK MENINGKATKAN KAPASITAS KERJA DAN MUTU HASIL


ABSTRAK 

Kacang tanah merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang penting di Indonesia. Untuk mendapatkan mutu hasil yang baik dan sesuai dengan standar mutu memerlukan penanganan pasca panen primer yang terkendali segera setelah panen. Alat-mesin pasca panen primer kacang tanah yang telah didisain terdiri dari alat-mesin perontok polong kacang tanah, alat-mesin pengupas polong kacang tanah dan alat-mesin sortasi biji (ose). Pengembangan alat-mesin ini dapat meningkatkan kinerja penanganan pasca panen kacang tanah berupa alat mesin perontok polong kacang tanah dengan kapasitas 307,22 kg/jam dengan efisiensi perontokan 98,9%, polong rusak 0,5%, tingkat kebersihan 95,2% alat mesin pengupas polong kacang tanah dengan kapasitas 111,75 kg/jam, efisiensi pengupasan 99,0%, kualitas hasil berupa biji utuh 95,71%, biji pecah 4,29% dan kotoran 0,49%. Alat-mesin sortasi biji dapat memisahkan biji kacang tanah atas 4 grade yaitu grade I diameter biji: 8 mm, grade II: 7 mm, grade III: 6 mm dan grade IV diameter biji lebih kecil 6 mm. Kapasitas kerja alat-mesin sortasi biji (ose) 260 kg/jam dengan efisiensi rata-rata 88,8%. Percepatan penanganan pasca panen kacang tanah melalui penggunaan alat mesin dapat menekan kontaminasi aflatoksin hingga tidak melebihi standar yang dipersyaratkan CODEX yang aman dikonsumsi oleh manusia yaitu sebesar 15 ppb. Kata Kunci : Mekanisasi pasca panen, kacang tanah,kapasitas kerja, mutu hasil.


PENDAHULUAN

Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka menengah Nasional 2004 – 2009, memuat program peningkatan ketahanan pangan yang bertujuan untuk memfasilitasi peningkatan dan keberlanjutan ketahanan pangan sampai ke tingkat rumah tangga sebagai bagian dari ketahanan nasional. Salah satu kegiatan pokok dalam program ini adalah peningkatan pasca panen dan pengolahan hasil, melalui optimalisasi pemanfaatan alat dan mesin pertanian untuk pasca panen dan pengolahan hasil, serta pengembangan dan pemanfaatan teknologi pertanian untuk menurunkan kehilangan hasil. Kacang tanah merupakan salah satu komoditas palawija yang cukup penting dan perlu terus dikembangkan mengingat produk kacang tanah digunakan sebagai bahan baku industri makanan dan pakan seperti industri kacang kulit, kacang garing, kacang bawang, industri ice cream, industri bumbu-bumbuan serta industri catering. Sejalan dengan semakin beragamnya peruntukan kacang tanah mengakibatkan permintaan akan komoditas ini semakin meningkat bahkan produksi yang ada sebesar 759.533 ton pada tahun 2003 belum mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri sehingga harus mendatangkan kacang tanah dari luar negeri sebesar 119.496 ton. Usaha untuk meningkatkan produksi kacang tanah terus dilakukan melalui perluasan areal tanam dan peningkatan teknologi produksi melalui penggunaan benih unggul dan perbaikan teknik budidaya. Statistik pertanian 2003 menunjukkan pada periode tahun 1999-2003 telah berhasil meningkatkan areal panen sebesar 3,6%, produksi 5,77% dan produktivitas meningkat 7,7%. Penanganan pasca panen kacang tanah di tingkat petani pada umumnya masih dilakukan secara tradisional seperti panen, perontokan polong, pengeringan, pengupasan kulit dan sortasi. Kegiatan ini memerlukan cukup banyak tenaga kerja sehingga pada saat-saat tertentu sering terjadi penundaan proses penanganan pasca panen yang berakibat pada penurunan kwalitas hasil dan tingginya tingkat kehilangan hasil (losses). Pada umumnya pihak industri membeli bahan baku kacang tanah dalam bentuk polong dan biji untuk selanjutnya diolah menjadi berbagai macam produk. Pihak industri mempersyaratkan kepada petani untuk dapat menjadi pemasok harus mampu memberi jaminan pasokan secara teratur dan kontinyu serta dengan mutu sesuai standar. Untuk memenuhi persyaratan tersebut petani harus mengubah cara-cara pengolahan pasca panen dari tradisional/manual ke cara mekanis agar produktivitasnya dapat ditingkatkan dan mutu hasil dapat di jamin. Dalam pengembangan alsin pasca panen perlu dikembangkan sistem kerjasama yang memungkinkan petani mendapat jaminan pemasaran dengan harga yang wajar serta pihak industri mendapatkan bahan baku yang lancar dengan mutu yang standar, dengan demikian petani dapat menikmati peningkatan nilai tambah hasil usahanya. Pengembangan teknologi alsin pasca panen ditujukan untuk meningkatkan produktivitas dan perbaikan proses penanganan pasca panen agar dapat menekan tingkat kehilangan hasil (losses) disebabkan karena tercecer sebesar 12,2% dan susut mutu 8,5%. Beberapa negara tujuan ekspor bahan pangan mulai menerapkan berbagai undang-undang keamanan pangan (food safety) yang didalamnya termasuk kandungan aflatoksin pada produk makanan yang mengandung kacang tanah semakin diperketat mengingat potensi bahaya kontaminasi aflatoksin yang dapat mengganggu kesehatan manusia. Standar CODEX Alimentarius untuk batas aflatoksin pada kacang tanah yang boleh dikonsumsi manusia adalah 15 ppb, namun beberapa negara termasuk Indonesia mempunyai batasan yang lebih tinggi yaitu sampai 20 ppb. Salah satu cara untuk mengurangi kontamisasi aflatoksin pada kacang tanah adalah dengan melaksanakan proses lepas panen yang cepat seperti kegiatan pemisahan polong dari tanaman, pencucian, pengeringan, pengupasan, sortasi dan penyimpanan. Penelitian menunjukkan bahwa 24 jam setelah kacang tanah dipanen mulai terbentuk aflatoksin. Berdasarkan kenyataan tersebut, perlu dilakukan proses penanganan pasca panen dengan waktu yang cepat dan terkendali. Diharapkan dengan menggunakan alat – mesin pertanian dapat meningkatkan kapasitas kerja juga dapat menghasilkan produk kacang tanah yang bermutu baik.


BAHAN DAN METODOLOGI

Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-mesin pasca panen kacang terdiri atau alat – mesin perontok polong kacang tanah, pengupas polong kacang tanah dan alat – mesin sortasi biji kacang tanah. Bahan pengujian digunakan kacang tanah brangkasan, kacang tanah polong dan kacang tanah biji (ose). Metodologi Metodologi yang digunakan pada penelitian ini adalah uji unjuk kerja alat – mesin pasca panen dan uji laboratorium terhadap mutu hasil kacang tanah. Tujuan masing-masing tahap kegiatan tersebut adalah : Uji unjuk kerja dilaksanakan untuk mengetahui kemampuan optimum alat-mesin pertanian untuk menghasilkan suatu produk sesuai dengan fungsinya. Parameter yang diukur adalah putaran mesin, waktu operasi, bobot keluaran bahan, efisiensi kerja alat – mesin dan kenyamanan kerja. Uji laboratorium dilaksanakan untuk mengetahui mutu kacang tanah yang dihasilkan dari kerja alat – mesin pertanian. Parameter yang diukur untuk masing-masing alat – mesin pasca panen kacang tanah berbeda. Kualitas hasil perontokan polong kacang tanah ditentukan oleh polong rusak dan tingkat kebersihan polong. Kualitas hasil pengupas polong kacang tanah ditentukan oleh porsentase biji utuh, biji tak terkupas, biji rusak dan kotoran sedangkan kualitas hasil sortasi ditentukan oleh besarnya biji rusak dan tingkat ketelitian pensortiran. Percobaan pengaruh percepatan penanganan pasca panen kacang tanah terhadap tingkat cemaran aflatoksin dilakukan di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah dan lahan uji Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Serpong, dengan membandingkan antara perlakuan penggunaan alat-mesin pertanian yang mengolah selama 24 jam dan perlakuan tradisional yang dilakukan petani yang memakan waktu 4 – 6 hari.


HASIL DAN PEMBAHASAN

Alat - Mesin Perontok Polong Kacang Tanah. Alsin perontok polong kacang tanah yang telah didisain berukuran ( p x l x t ) 170 cm x 80 cm x 150 cm, terbuat dari bahan utama besi plat, besi siku, besi begel dan menggunakan motor bensin 5 Hp/2200 rpm sebagai tenaga penggerak. Bagian utama alat-mesin ini terdiri atau meja pengumpan, silinder perontok, bagian pembawa, ayakan, kipas pembersih (blower), roda penggerak dan unit transmisi. Hasil rancang bangun alat-mesin perontok polong kacang tanah. Alsin Perontok Polong Kacang Tanah. Untuk menilai unjuk kerja suatu alat-mesin ditentukan oleh beberapa faktor antara lain kapasitas alat, efisiensi perontokan, tingkat kehilangan hasil, mutu hasil dan keselamatan/kenyamanan kerja. Kapasitas alat ditentukan oleh keterampilan operator, kemampuan bagian pembawa bahan melalui silinder perontok dan kualitas bahan awal. Untuk mengoperasikan alat ini diperlukan 2 orang operator yang bertugas untuk mengumpulkan/meletakkan bahan di atas meja pengumpan dan memasukkan bahan ke bagian pembawa. Pada pengoperasian alat ini diperlukan keterampilan operator dalam menyusun dan memasukkan bahan dimana bagian yang terdapat polong kacang tanah harus masuk ke dalam silinder perontok agar polong dapat terontok seluruhnya. Bagian pembawa didisain untuk dapat membawa 1500 – 1750 kg brangkasan/jam pada putaran puli pembawa 200 rpm. Pada pengujian unjuk kerja digunakan bahan awal dengan nisbah polong rata-rata 19,34%. Dari hasil uji unjuk kerja dihasilkan kapasitas kerja 307,22 kg/jam.polong kacang tanah. Kapasitas perontokan ini jauh lebih besar dari perontok polong yang telah diteliti oleh Balitkabi yaitu perontok polong model ONS kapasitasnya 14,9 kg polong/jam, dan perontok polong tipe PKT-1 kapasitasnya 14,3 – 33,8 kg/jam. Efisiensi perontokan 98,9%, berarti ada 1,1% polong yang tidak terontok. Hal ini agak sukar dihindari karena letak polong tidak teratur, untuk polong yang berada di ujung akar dapat terontok sempurna sedangkan polong yang ada ditengah kemungkinan tidak terontok karena tidak terjangkau oleh gigi perontok. Kualitas hasil perontokan terdiri dari polong rusak sebesar 0,6%, tingkat kebersihan 95,2%. Terjadinya polong rusak pada umumnya disebabkan oleh pukulan silinder perontok terutama pada polong yang tidak masuk sempurna ke dalam ruang perontok. Tingkat kebersihan masih dapat ditingkatkan dengan menggunakan bahan brangkasan kacang tanah yang kering sehingga kotoran berupa tanah, daun dan batang kacang tanah dapat dipisahkan oleh hembusan udara blower. Untuk menjaga keselamatan kerja operator, pada bagian-bagian yang mengakibatkan kecelakaan kerja ditutup terutama bagian yang berputar. Tingkat kebisingan akibat suara motor penggerak sebesar 70 dB, masih dibawah standar tingkat kebisingan yang ditetapkan SNI (90 dB). Berdasarkan hasil analisa ekonomi menghasilkan B/C ratio 1,02 yang berarti mengusahakan alat ini dapat menghasilkan keuntungan. Biaya operasional cukup murah Rp.25/kg. bila dibandingkan dengan perontokan secara manual memerlukan biaya perontokan Rp.175/kg. Alat-Mesin Pengupas Kulit Polong Kacang Tanah Alsin pengupas kulit polong kacang tanah terbuat dari bahan besi plat, plat berlubang, besi siku dan bagian utama terdiri dari hoper, silinder pengupas, ayakan, kipas pembersih (blower) dan unit transmisi. Alat ini digerakkan oleh motor bensin 5 Hp/2200 rpm. Gambar alsin pengupas kulit kacang tanah. Alsin Pengupas Kulit Polong Kacang Tanah. Kapasitas dan kualitas hasil kupasan sangat ditentukan oleh jarak renggang antara silinder perontok dan concave serta rpm silinder perontok. Pada pengujian digunakann jarak renggang yang optimum 2 – 5 cm, menghasilkan kapasitas kerja 111,75 kg biji/jam, efisiensi pengupasan 99,0% dengan kualitas hasil biji utuh 95,71%, biji rusak 4,29%, kotoran 0,49%. Hasil pengujian di atas menunjukkan bahwa biji tak terkupas 1,0%. berasal dari biji yang berukuran lebih kecil dari jarak silinder dan concave sedangkan biji rusak berasal dari biji yang berukuran lebih besar dari jarak silinder dan concave. Hasil analisis ekonomi menunjukkan bahwa pengoperasian alsin pengupas kulit polong dapat menguntungkan dengan B/C ratio 2,47. Biaya pengoperasian alsin Rp.35/kg. Biaya ini lebih kecil dari pada biaya pengupasan secara manual sebesar Rp.110/kg Alat – Mesin Sortasi Biji Kacang Tanah. Alsin sortasi biji kacang tanah dirancang untuk mensortir kacang tanah berdasarkan ukuran/diameter yang dibagi dalam 4 grade yaitu 8 mm, 7 mm, 6 mm dan lebih kecil 6 mm dengan kapasitas 250 kg/jam. Alat-mesin ini terbuat dari plat dan pipa stainless steel dan kerangka besi siku. Alat-mesin ini terdiri dari 3 bagian utama yaitu hoper, silinder penyortir dan sistem transmisi yang digerakkan oleh motor listrik ½ Hp/1400 rpm/1 phase. Hasil rakayasa alat-mesin sortasi biji kacang tanah. Alat-Mesin Sortasi Biji Kacang Tanah. Untuk mensortir biji kacang tanah digunakan putaran silinder sortasi 30 rpm. Pada putaran ini adalah putaran optimum yang mendapatkan hasil sortasi yang paling baik, karena bahan cukup waktu untuk melalui proses sortasi dan gaya sentrifugal cukup untuk mengeluarkan biji melalui lubang pensortiran. Berdasarkan hasil uji unjuk kerja menunjukkan bahwa kapasitas alat-mesin sortasi mencapai 260 kg/jam dengan kualitas hasil pensortiran untuk masing- masing grade adalah grade I (diameter 8) 91,1%, grade II (diameter 7) 89,7%, grade III (dimeter 6) 86,1% dan grade IV (diameter lebih kecil 6) 88,3%. Dari hasil pengujian di atas menunjukkan bahwa setelah proses penyortiran masih ada biji-biji yang tercampur tidak sesuai dengan grade yang diinginkan, seperti pada grade I masih tercampur dengan biji grade II dan grade III, hal ini disebabkan karena bentuk biji kacang tanah yang tidak teratur (bulat dan gepeng). Untuk biji yang berbentuk bulat dapat dilakukan pensortiran dengan baik, sedangkan untuk yang berbentuk gepeng yang seharusnya tidak lolos pada lubang untuk grade yang sebenarnya, karena pada saat melewati lobang sorting posisi kacang berada pada sisi yang terkecil maka biji akan lolos. Berdasarkan hasil analisa ekonomi menunjukkan bahwa biaya pensortiran dengan alsin sortasi adalah Rp.9/kg. Biaya ini jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan biaya sortasi secara manual Rp.75/kg. B/C ratio 1,33 menunjukkan bahwa alat ini cukup layak untuk dikembangkan. Percepatan Penanganan Pasca Panen Untuk Menekan Kontaminasi Aflatoksin Penanganan lepas panen kacang tanah yang dilaksanakan dalam waktu lama akan memperbesar kemungkinan tercemarnya aflatoksin pada kacang tanah. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 24 jam setelah kacang tanah dicabut, akan mulai terbentuk aflatoksin. Pada percobaan percepatan proses penanganan pasca panen dilakukan dengan membandingkan tingkat kontaminasi antara proses menggunakan alat-mesin pasca panen dengan proses secara tradisional/manual. Percobaan dilakukan di Kabupaten Sragen (Jawa Tengah). Perlakukan alat-mesin yang digunakan adalah alat-mesin perontok polong, pengering tipe datar, pengupas polong dan pengemas vacum. Hasil percobaan di Kabupaten Sragen dan lahan uji Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Serpong menunjukkan bahwa percepatan penanganan pasca panen dengan menggunakan alat-mesin pertanian menunjukkan kontaminasi aflatoksin dibawah 5 ppb (tidak terdeteksi) dibandingkan dengan cara manual yang biasa dilakukan petani masing-masing di Kabupaten Sragen terkontamisasi aflatoksin sebesar 6,62 ppb dan Serpong 18,23 ppb.



KESIMPULAN

1. Alat-mesin penanganan pasca panen kacang tanah yang terdiri dari alat-mesin perontok polong kacang tanah, alat-mesin pengupas kulit polong kacang tanah dan alat-mesin sortasi biji ( ose ) kacang tanah dapat meningkatkan produktivitas kerja, menekan tingkat kehilangan hasil, meningkatkan mutu hasil prosesing oleh petani dan menekan biaya pengolahan hasil.

2. Alat-mesin perontok polong kacang tanah dapat meningkatkan kapasitas perontokan mencapai 307,22 kg/jam, efisiensi perontokan 98,9%, tingkat kerusakan polong 0,6% serta menekan biaya perontokan polong dari Rp.175/kg menjadi Rp. 25/kg.

3. Alat-mesin pengupas kulit polong kacang tanah dapat meningkatkan produktivitas kerja mencapai 111,75 kg biji/jam, efisiensi pengupasan 90,0%, dengan kualitas hasil biji utuh 95,71%, biji rusak 4,29%, kotoran 0,49% dan menekan biaya pengupasan kulit dari Rp.110/kg manjadi Rp.35/kg.

4. Alat-mesin sortasi biji kacang tanah dapat meningkatkan produktivitas kerja menjadi 260 kg/jam dan dapat mensortir biji kacang tanah berdasarkan ukuran diameter biji dalam 4 grade yaitu grade I: 8 mm, grade II: 7 mm, grade III: 6 mm dan Grade IV: diameter dibawah 6 mm dengan kualitas hasil pensortiran pada grade I 91,1%, grade II 89,7%, grade III 86,1% dan grade IV 88,3%, dan menekan biaya penyortiran dari Rp.75/kg menjadi Rp.9/kg.

5. Hasil percobaan di Kabupaten Sragen dan lahan uji Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian Serpong menunjukkan bahwa penggunaan alat-mesin untuk mempercepat proses penanganan pasca panen kacang tanah dapat meminimalkan resiko kontaminasi aflatoksin.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2003. Selama Lima Tahun Impor Kacang Tanah Capai 43%. Pikiran Rakyat, Selasa 16 Desember 2003 Anonim, 2004. Statistik Indonesia 2004. Biro Pusat Statistik Indonesia Darmawan, T., 2003. Kepentingan Indonesia Menghadapi Implementasi Bio-Terrorism Act Khususnya Untu Produk-Produk Berbasis Kacang Tanah. Makalah Pada Seminar Peran Keteknikan Pertanian Dalam meningkatkan Keamanan Pangan Untuk Komoditas kacang Tanah, Serpong 17 Desember 2003. 

Heriyanto dan Herman Subagio,1997. Prospek Usahatani Kacang Tanah Indonesia. Dalam prosiding Lokakarya Teknologi Produksi kacang Tanah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 

Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-umbian. Purwadaria,K.K.,1991. 

Pengembangan Peralatan Pasca Panen Palawija Untuk Pedesaan. Dalam Risalah Lokakarya Teknologi Benih dan Pasca Panen di Tingkat Pedesaan, 27-28 April 1987. Balittan Malang. Raffi 

Paramawati, 2003. Percepatan Proses Penanganan Lepas Panen Dengan Alat dan Mesin Pertanian Dalam Rangka Menurunkan Kontaminasi Aflatoksin Pada Komodity Kacang Tanah. Makalah disampaikan pada seminar Peran Keteknikan Pertanian Dalam meningkatkan Keamanan Pangan Untuk Komoditas kacang Tanah.

Rahmiana A.A dan Ginting E, 2003. Faktor-Faktor Agronomis Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan Kontaminasi Aflatoksin Dalam kacang Tanah. Makalah disampaikan pada seminar Peran Keteknikan Pertanian Dalam meningkatkan Keamanan Pangan Untuk Komoditas kacang Tanah Syarief,R dan C.C. Nurwitri 1992. Aflatoksin. Dalam Buku dan Monograf Mikotoksin Bahan Pangan. Lab. Mikrobiologi Pangan, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Tastra, I.K, Ginting,E, Antarlina SS, 1997. Teknologi Pasca Panen Kacang Tanah. Dalam Prosiding Lokakarya Teknologi Produksi Kacang Tanah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian.

1 komentar: